WELAHAN – Saat ini, pesanan batu bata boleh dibilang berkurang. Hal itu karena tidak banyak proyek yang berjalan. Selain itu seiring intensitas hujan yang kian kerap, produksi batu bata juga tak sebanyak musim kemarau dikarenakan dalam proses pembuatannya, perajin hanya mengandalkan cahaya matahari sebagai satu-satunya pemanas untuk mengeringkan bata basah.
“Kini produksinya menurun 50 persen. Jika di hari terik, bisa memproduksi seribu bata per hari. Kini hanya bisa setengahnya, soalnya kita kan menjemur bata mengandalkan cahaya matahari. Kalau yang sudah dibuat kemarin belum kering, ya otomatis tak bisa buat bata yang baru lagi,” kata Ahmadi (50) seorang perajin batu bata tradisional di Desa Kalipucang Wetan, Kecamatan Welahan, Senin (20/11/2017).
Adapun untuk 1000 bata matang, kata dia, dibanderol dengan harga Rp 460 ribu. “Namun kalau kualitas batanya lebih jelek harganya ya bisa lebih turun lagi,” lanjutnya.
Dirinya menerangkan kalau pasokan bahan baku masih mudah didapat, dirinya biasa mendapatkan bahan baku dari Gemiring, Tunggul, dan Pringtulis. Untuk satu truk tanah, harganya sekitar Rp 250 ribu.
Ahmadi berujar, saat-saat seperti ini tidak bisa mengandalkan penghasilan dari membuat bata. Jika intensitas hujan mulai lebat dirinya beralih profesi sebagai tukang ojek dan petani.[]