JEPARA – Sejumlah potensi ancaman membayangi pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang bakal digelar 14 Februari 2024. Menilik indeks kerawanan pemilu dari Bawaslu, persoalan netralitas hingga pemenuhan hak diprediksi masih akan terjadi.
Beragam kemungkinan itu menjadi topik yang dikupas oleh dua Wakil Ketua DPRD Jepara, Junarso dan Pratikno dalam dialog interaktif Tamansari Menyapa, Sabtu (18/3/2023). Program dialog tersebut dipancarkan dari salah satu radio R-lisa fm. Jalannya dialog dipandu oleh Kepala Bidang Komunikasi Diskominfo Muslichan.
Junarso mengatakan pemilu yang berkualitas dapat diartikan sebagai pesta demokrasi yang berjalan dengan jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Penegakan hukum yang berkualitas akan menghasilkan pemilu yang jujur dan adil. Tidak hanya itu, untuk mencapai pemilu yang berkualitas perlu sinkronisasi dan penguatan antara semua lembaga. Mulai dari KPU, Bawaslu, DKPP, Kepolisian, dan seluruh lembaga terkait.
“Penyelenggara pemilu tidak bisa berdiri sendiri dan membutuh dukungan dari lembaga lain guna mengurangi potensi pelanggaran atau kecurangan saat pelaksanaan pemilu,” kata Junarso.
Ia menambahkan, regulasi pemilu dibuat tidak setara antara partai besar dan partai kecil, partai baru dan partai lama, atau politisi perempuan dan laki-laki. Sisi penyelenggaraan juga lebih rumit dan kompleks, sementara dari hasil pemilu belum menghasilkan komposisi politik yang memperkuat representasi politik dan sistem presidensial.
Pemilu serentak berhasil menjadi stimulan politik untuk meningkatkan partisipasi pemilih secara agregat, namun tidak memberikan pengaruh positif terhadap kecerdasan politik pemilih.
“Tantangan-tantangan tersebut sudah diantisipasi oleh Bawaslu melalui sebuah kajian untuk memetakan dan mencatat lima isu strategis yang harus menjadi perhatian saat penyelenggara Pemilu 2024,” tambahnya.
Beberapa langkah strategis yang dapat diambil dalam mengatasi problematika Pemilu 2024 antara lain dengan meningkatkan daya kritis masyarakat terkait pemilu dan pemilihan melalui sosialisasi dan pendidikan pemilih yang masif dan merata, melakukan konsolidasi dan koordinasi antar stakeholder kepemiluan, menyiapkan regulasi Pemilu 2024 yang komprehensif dan mendetail, serta meyakinkan masyarakat mengenai independensi penyelenggara pemilu lewat sikap dan perilaku penyelenggara.
Junarso mengungkapkan, menurut Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dinyatakan bahwa, Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”
“Sehingga dalam Pemilu nanti, kelompok ini perlu dijamin aksesibilitasnya dalam memberikan suaranya,” ungkapnya.
Sementara itu Pratikno menyampaikan, politik identitas berpotensi pada memecah belah bangsa dan menghambat perkembangan demokrasi. Padahal dampak politik identitas tidak hanya berpengaruh pada miskinnya ide dan gagasan yang semestinya menjadi ide dan gagasan, kampanye kontestasi pemilu.
“Dampak politik identitas, dapat menjadi lebih buruk dari itu, yaitu memecah belah bangsa dan memperlambat perkembangan demokrasi di Indonesia,” kata Pratikno.
Selain itu juga maraknya penyebaran berita hoaks yang pasti akan masif jumlahnya. Kita tidak bisa membungkam adanya berita-berita yang demikian, yang bisa kita lakukan adalah membentengi diri untuk terhindar dari hoaks. Jangan sampai karena fanatisme pada suatu calon, kita kemudian membabi buta dengan menyebarkan hoaks, hate speech, dan ha serupa yang justru memperburuk citra calon yang kita dukung bahkan diri kita sendiri.
Pratikno menambahkan, Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) adalah instrumen deteksi dini dari potensi kerawanan di Indonesia yang hendak melangsungkan Pemilu atau Pilkada.
“Harapannya segala bentuk potensi kerawanan dapat diantisipasi, diminimalkan, dan dicegah,” kata Pratikno.
Berdasarkan 61 indikator dari empat dimensi, yakni sosial dan politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, serta dimensi partisipasi. Provinsi Jawa Tengah sendiri masuk kategori dengan kerawanan sedang. Jawa Tengah menempati posisi 20 dengan skor 34,83.
“Skor sebuah provinsi dianggap sedang jika skor berada antara satu simpangan baku di bawah dan di atas rerata nasional,” imbuhnya.