JEPARA – Kasus bocah di bawah umur yang menjadi korban sodomi di Jepara mendapatkan perhatian dari Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini. Mendapatkan pemberitaan tersebut dirinya langsung secara mendadak ke Polres Jepara.
Kedatangan ke Polres Jepara lantaran kasus ini sedang dalam penanganan pihak polisi. Risma merasa prihatin dengan adanya Kasus siswa SMP yang menjadi korban sodomi oleh temannya sendiri terjadi di Jepara. Dirinya ingin kasus ini diselesaikan secara bersama.
” Kasus ini harus di selesaikan bersama, korban harus diselamatkan”, ungkapnya di Mapolres Jepara Senin (15/5/2023).
Dalam kesempatan itu Risma menyempatkan diri menemui korban dan orang tuanya secara tertutup. Tak hanya menemui korban Risma juga menemui pelaku pada kasus sodomi itu. Hal itu bertujuan agar dirinya mendapat informasi secara lengkap sehingga dirinya dapat pemetaan korban keatas dan kesamping meski belum secara lengkap.
” Kasus ini harus ditangani secara serius, jika tidak akan berbahaya pada anak- anak,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Kemensos juga menyalurkan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) sebesar Rp10.024.000 yang terdiri dari bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan nutrisi serta perlengkapan sekolah.
Selain itu kata Risma, korban juga akan terus diberikan pendampingan untuk pemeriksaan kesehatan berkala, pemulihan psikologis dan perilaku serta penguatan emosional dan edukasi kepada orang tua dan keluarga.
Diketahui, korban sodomi itu adalah AJF (13) warga kecamatan Keling kabupaten Jepara.
AJF merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu kandungnya meninggal dunia pada tahun 2015 dan ayahnya telah menikah kembali.
Sejak SMP, AJF tinggal bersama kakeknya di Desa Keling, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. AJF mulai tertarik dengan sesama jenis sejak kelas 2 SMP akibat terpapar video-video porno.
Ia mengenal pelaku H (30) melalui aplikasi daring. H melakukan rudapaksa terhadap AJF dan mengancam akan menyebarluaskan video tersebut di media massa.
Kasus ini telah dalam penanganan Polres Jepara. Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal 82 Jo Pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dan atau Pasal 292 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
Ia terancam hukuman minimal 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara, serta denda maksimal Rp 5 miliar.