JEPARA – Isu kolaps yang mendera PT BPR Bank Jepara Artha hingga kini masih menjadi perbincangan hangat berbagai elemen masyarakat. Meski pihak manajemen hingga Pemkab Jepara selaku pemilik Bank Jepara Artha berulangkali menegaskan jika lembaga keuangan ini berada di bawah tanggungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), namun tetap tak menyurutkan ribuan nasabah untuk menarik uangnya.
Belakangan ini , kisruh di Bank Jepara Artha dikaitkan dengan urusan politik, terlebih sekarang ini merupakan masa kampanye Pemilu 2024. Hal ini seiring munculnya nama MIA yang disinyalir menjadi salah satu pihak yang menjadi biang masalah ini.
MIA dikaitkan dengan Partai Gerindra. Berdasar data jejak digital, MIA memang tak hanya seorang pengusaha, ia juga tercatat sebagai tim sukses caleg. Pada Pemilu 2019 misalnya, ia menjadi tim sukses Pratitis Mukti Tami yang merupakan caleg Partai Gerindra dengan nomor urut tiga di Daerah Pemilihan V Jawa Tengah yang meliputi Klaten, Boyolali, Solo, dan Sukoharjo.
Wakil Ketua DPD Gerindra Jateng Ari Wachid angkat suara terkait persoalan ini. Saat dikonfirmasi, Ari Wachid menegaskan jika MIA bukan kader, apalagi pengurus struktural Partai Gerindra.
“Selama saya jadi kader Gerindra sejak 2008 sampai sekarang ini, tidak pernah dengar nama MIA,” kata Ari Wachid, Sabtu (23/12/2023).
Menurutnya, status MIA yang pernah menjadi tim sukses dari caleg Partai Gerindra tak secara otomatis menegaskan jika ia merupakan kader apalagi pengurus parpol berlambang burung Garuda ini.
“MIA bukan pengurus partai. Yang dilakukannya itu juga perbuatan atas nama pribadi,” jelasnya.
Seperti diketahui, persoalan yang mendera BPR Jepara Artha muncul ke permukaan seiring temuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ada 35 debitur yang persyaratan jaminannya bermasalah. Terdapat sekitar 70 hingga 80 bidang agunan yang proses balik nama dan jual beli ke nama debitur belum selesai.
Kondisi itu dianggap bermasalah oleh OJK dan dianggap mengkhawatirkan. Rata-rata debitur ini berasal dari luar kota. Seperti Klaten, Jogyakarta, Sleman, Solo dan Wonogiri.
Hasil audit OJK itu juga diperkuat dengan temuan pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK menemukan kredit yang diduga bermasalah itu mengalir ke sejumlah nama dan lembaga atau perusahaan. Informasi dari sumber yang tak mau disebut namanya, salah satu nama penerima kredit pinjaman dari Bank Jepara Artha adalah MIA.
Media ini mencoba menelusuri jejak digital MIA. Ia tercatat sebagai Dirut PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG). Perusahaan yang menaungi pabrik penggilingan beras yang berlokasi di Karangnongko, Klaten, Jawa Tengah ini resmi beroperasi pada Rabu (7/6/2023). Lokasi PT BMG yang berada di Klaten “nyambung” dengan data debitur yang disebut PPATK.
Berdasar informasi dari sumber yang tak mau disebut namanya , MIA menerima kucuran kredit dari Bank Jepara Artha sebesar Rp 102 miliar pada kurun waktu 2022-2023. Dana segar itu mengalir ke 27 rekening debitur.
Tak lama berselang setelah pencairan kredit itu, dilakukan penarikan tunai untuk disetorkan kembali ke rekening MIA dengan jumlah mencapai Rp 94 miliar.
Lalu, dana yang masuk ke rekening MIA kemudian dialirkan kembali ke beberapa perusahaan, seperti PT BMG, PT PHN, PT NBM, beberapa individu, serta ada juga yang diduga mengalir ke Koperasi Garudayaksa Nusantara.
Terkait dugaan adanya aliran dana dari Bank Jepara Artha ke Koperasi Garudayaksa melalui MIA, Ari Wachid menyatakan hal itu tidak berdasar. Sebab Koperasi Garudayaksa Nusantara (KGN) sudah dibekukan pada tahun 2019.
Padahal aliran dana dari Bank Jepara Artha ke MIA terjadi beberapa tahun setelah pembekuan itu. Sehingga tidak logis jika lembaga koperasinya sudah dibekukan tapi masih ada aktivitas usaha, apalagi sampai menerima kucuran dana.
“KGN (Koperasi Garudayaksa Nusantara) seperti di Jepara itu ada dalam kurun waktu 2016 – 2019. Dulu kegiatannya ada Warung Garuda dan Angkringan Garuda. Tapi 2019 persisnya setelah pilpres sudah ditutup.”
“Jadi kalau ditanyakan apakah ada hubungannya dengan Gerindra atau Pak Prabowo Subianto jelas tak ada. Apalagi kalau dilihat dari waktu terjadinya kasus yakni pada 2022 – 2023 jelas tidak ada hubungan dengan kami. Secara resmi di tempat kami KGN tidak beroperasi seiring berakhirnya pilpres 2019,” tandas Ari Wachid.